21 Januari 2009

Tombo ngantuk....

Tombo ngantuk!!!
Celetukan khas teman-teman cowok AS E itu rasanya sering banget ku denger.
Pa lagi kalau ada yang rada bening gt lewat...
He...
Awalnya sich q ku juga g'paham pa maksudnya.
Tapi akhirnya... ya ga' pham juga, he...
(Halah gayane nda' paham, padahal ya puaham banget)

Ini da kisah-kisah bening juga bwt tombo ngantuk, dikirim juga dari temen2 Radio Nasyid.
Namanya Aa' Ikhsan.
Monggo rek tombo ngantuke...

Gang Jenggot

Kawasan Bangka, Mampang Jakarta Selatan banyak disebut sebagai kawasan harokah. Adalah Yayasan AlHikmah, yang disebut oleh Majalah Suara Hidayatulah sebagai 'Pusat Inkubasi Aktifis Harakah' yang selama ini menarik minat para ikhwan dan akhwat dari seluruh penjuru nusantara untuk menuntut ilmu dan bermukim di sekitar situ. Berbagai program diselenggarakan oleh Yayasan ini, dari mulai Tahfidz, Tahsin, PBAT sampai Kuliah Dirasat Islamiyah khusus untuk para akhwat. Mungkin itu semua yang menyebabkan hampir setiap hari jalan-jalan di kawasan tersebut di penuhi oleh kawanan-kawanan PJM* atau para ABG**. Salah satu jalan yang paling strategis dan paling sering dilewati oleh para ikhwah kita adalah Jalan Bangka V, yang mempunyai banyak sejarah dan cerita...

Sore itu metromini no 77 dari Blok M menuju Ragunan tampak berjalan pelan-pelan penuh dengan penumpang yang beberapa diantaranya adalah para ikhwan dan akhwat yang hendak menuju kawasan AlHikmah. Seorang mahasiswa ikhwan lengkap dengan atributnya (baju koko, jenggot tipis dan tas punggung) tampak sedang khusyuk bergelantungan di samping pintu. Sang Kondektur pun datang menagih ongkos. Kemudian dikeluarkanlah dari sakunya satu lembar limaratusan, ..

"Apa-apaan ini ? kok Cuma lima ratusan!", protes sang Kondektur.

"Biasa Mang, Mahasiswa.", sahut sang Akhi dengan senyum kalemnya.

"Mahasiswa kok berjenggot ! mana ada !", protes sang kondektur kesal. Akhi kita ini memilih diam saja. Ia masih berdiri di dekat pintu, dan berdiri disampingnya sang Kondetur dengan wajah penuh dendam.

Metromini itupun terus berjalan menuju arah Kemang, sampai setelah dekat jalan Bangka V, Sang Kondektur yang sudah hapal bahwa sang Mahasiswa Berjenggot akan turun di sana, berseru lantang..

"Ya..kiri.. gang jenggot.., gang jenggot, gang jenggot..kiri. ."
sejak saat itu
Dan Jalan Bangka V punya nama lain yang unik, gang jenggot !.

* = Persatuan Jenggot Melambai
**= Akhwat Berjilbab Gede

Menundukkan Pandangan

Masih cerita di sekitar kawasan Al Hikmah, Jakarta Selatan. Suatu sore menjelang maghrib, hujan baru saja berhenti dan cuaca masih agak mendung. Jalan dan selokan di kawasan tersebutpun masih tergenang oleh air Seorang Akhwat berjalan sendirian menuju jalan Bangka Raya, beliau baru saja pulang dari kursus bahasa arab di PBAT. Sementara beliau berjalan, dari arah yangberlawanan muncul seorang ikhwan yang juga hendak menuju masjid Al-Hikmah untuk kursus di PBAT. Sebagaimana biasa, yang sudah merupakaan ciri tersendiri bagi seorang akhwat, ketika berpapasan dengan seorang ikhwan seolah-olah bagaikan bertemu dengan seekor harimau yang siap menerkamnya. Maka mulailah sang Akhwat menundukkan pandangannya, berjalan menepi ke arah kiri dengan cepat untuk menghindari jarak radiasi dengan sang ikhwan. Namun mungkin karena kurang hati-hati dalam melangkah dan tidak sadar, sang akhwat tercebur dan jatuh di sebuah selokan yang penuh dengan air. Karena tidak banyak orang yang ada pada waktu itu, akhirnya dengan menggunakan tali yang ada pada tasnya, terpaksa si Ikhwan ikut membantunya keluar dari selokan tersebut. Dan sang akhwat harus berterima kasih pada 'Harimau' yang tadi ditakutinya itu.

Strategi Dakwah

Jalanan kota Jakarta siang itu, seperti biasa, macet. Bus P 4 jurusan BlokM - Pulau Gadung penuh dengan penumpang.Bus itu penuh penumpang, sebagian diantaranya berdiri menggantung lengan. Bus merambat pelan seolah masih menyimpan banyak fasilitas tempat duduk yang kosong. Satu demi satu artis jalanan mulai unjuk gigi. Menghias panas terik mentari dengan lagu-lagu bertemakan sosial dan kemasyarakatan.
Kadang di hiasai sindiran ala politikus, tapi kadang dinodai oleh lirik-lirik sendu yang kurang pantas dilantunkan.

Ada yang aneh terlihat. Seorang bapak-seperti dari Madura- setengah baya memakai batik, peci, dan sarung - khas pendatang baru- duduk di tepi jendela dengan tenang. Tetapi yang membuat semua penumpang terheran, bapak itu asyik menjulurkan tangannya ke luar jendela.
Bukan sekali dua kali, tapi malah terus-terusan tanpa beban. Sementara penumpang lain mulai berteriak memberi peringatan.

"Pak, Hati-hati.. tangan bapak dimasukkan bisa patah kena mobil nanti ." seru seorang ibu yang duduk di sebelahnya.

"Pak, kemarin ada peristiwa seperti itu. Tangan seorang kakek lepas saat terjulur keluar dan tersangkut pohon di tepi jalan..hi..ngeri. " seorang lainnya ikut menakut-nakuti.

Pak Kondektur pun tak tinggal diam. Tampaknya kesabarannya sudah menipis, aksen batak pun menambah ketegangan.

"Bah, ini orang tak tahu di untung, kalo tak lepas itu tangan, matilah kau."

Tapi sang Bapak tak bergeming sedikitpun. Tangannya masih asyik terjulur dan mengayun-ayun di luar jendela. Sorot matanya yang lugu pun terkesan percaya diri. Seolah ia tahu apa yang dilakukan dan apa akibatnya. Sebenarnya apa yang ada di benak Bapak tersebut ?

Seorang ikhwan yang bergelantung agak jauh dari bapak tersebut segera bereaksi. Setelah mengamati gerak-gerik, sorot mata, dan mimik wajah tersebut, sang akhi ikut memperingatkan sang Bapak. Tapi peringatan ini lain dari seruan-seruan sebelumnya.

Dengan santun sang akhi berteriak ,

"Maaf Pak, kalau tangan bapak nggak di masukkan, nanti sayang lho kalo kena pohon, bisa hancur dan rusak pohonnya. Apalagi kalo kena tiang listrik, wah nanti tiangnya patah seluruh kota bisa padam listriknya Pak. Jadi saya usul dimasukkin saja pak tangannya, biar nggak terjadi kerusakan nantinya.... "

Mendengar usulan sang akhi tersebut, sang Bapak tampak tersenyum. Ia paham betul dengan peringatan tersebut. Nampaknya ia sepakat dengan sang akhi. Ia tidak ingin pohon-pohon dan tiang itu rusak karena ulah tangannya. Makanya dengan cepat ia tarik tangannya ke dalam bus kembali. Selesai persolan semua penumpang menjadi lega. Sebagian lain tersenyum sambil berbisik-bisik menduga-duga.

"Oooo..ternyata Bapak ini dari tadi percaya diri karena yakin dengan kesaktian tangannya tooo.. Alah-alaaaaaaaah. , untung tadi nggak jadi nabrak pohon"

Dalam berdakwah, kita juga harus tahu bahasa yang terbaik bagi setiap orang tentu berbeda, sesuai dengan latar belakang objek dakwah masing-masing. Bukan sekedar bahasa dakwah, tapi bahasa dakwah yang terbaik. Akh kita tadi, telah memberi contoh yang sedemikian nyata. Bisakah anda bayangkan jika tangan sakti sang Bapak terbentur sebuah pohon besar ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar