26 Juni 2010

Ma'hady al Habieb

Ni tugas yang diberikan salah satu Dosen untuk menggenapi tugas Ujian Tengah Semester. Awalnya bingung juga harus nulis apa buat ngapresiasi Pesantren tercinta dimana aku pernah menimba ilmu dulu. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya ini yang bisa sedikit aku persembahkan buat almamater ku. Ni adalah hasil mix n match dari blog Darul Huda plus pengalaman pribadi.Mungkin ada banyak perkembangan yang belum tercover dalam tulisan ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan penulis yang kurang lebih 3 tahun ini untuk sementara waktu belajar di kota Pahlawan dengan harapan setelah rampung kembali ke sana lagi. Oleh karenanya oleh Bapak Dosen diminta membuat contoh desai pengabdian semacam ini. Moga kelak diberi kemudahan oleh Alloh untuk merealisasikannya. Karena ini tugas otomatis ya dengan bahasaku sendiri. He... Dah ah, chek it out alias disumanggaaken!!!

A. Selayang Pandang Pondok Pesantren Darul Huda
Pondok Pesantren Darul Huda adalah salah satu dari sekian banyak pondok pesantren yang ada di kabupaten Ponorogo.
Di bawah asuhan K.H. Hasyim Sholeh sebagai pendiri Pondok Pesantren Darul Huda yang wafat pada 2004, kemudian diteruskan oleh putra sulung beliau K.H Abdus Sami’, Pondok Pesantren Darul Huda saat ini mengalami banyak sekali perkembangan ke arah positif. Berdiri sejak tahun 1968 dengan menggunakan metode “’Ala an Nahji as Salafiyah al Haditsah” dengan maksud bahwa Pondok Pesantren Darul Huda melestarikan metode lama yang baik dan mengembangkan metode baru yang lebih baik.
Metode ini diterapkan di Pondok Pesantren Darul Huda dengan bentuk pendidikan formal dan non formal. Adapun Pendidikan formal meliputi: MTs (sederajat SMP), MA (sederajat SMA), dan Madrasah Diniyah (MMH). Sedangkan pendidikan non formal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab-kitab kuning ala salafi.

Dengan metode tersebut, santri Pondok Pesantren Darul Huda dapat mempelajari ilmu pengetahuan agama islam secara utuh. Dalam arti tidak hanya mempelajairi ilmu pengetahuan agama islam seperti syari'at, tauhid dan tasawwuf dalam rangka “Tafaqquh fi diin” tetapi juga mempelajari ilmu pengetahuan agama islam yang bersifat umum seperti fisika, kimia, biologi dan lain-lain dalam rangka ”tafakkur fi kholqillah”. Sehingga dengan metode tersebut akan membentuk santri yang mempunyai jiwa keagamaan yang teguh serta dapat hidup secara fleksibel dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di zaman yang serba modern ini.
Pondok Pesantren Darul Huda bernaung dalam sebuah yayasan yang dibawahnya tercakup beberapa lembaga pendidikan yang dalam administratifnya terpisah akan tetapi merupakan satu bangunan yang masing-masing bagiannya mendukung satu sama lain. Diantaranya Pondok Pesantren Putra Putri Darul Huda, MTs Darul Huda, MA Darul Huda, Madrasah Miftahul Huda, Masing-masing memiliki ruang lingkup tugas yang saling melengkapi demi merealisasikan Visi Pondok Pesantren untuk mewujudkan santri yang Berilmu, beramal dan bertakwa dengan dilandasi akhlakul karimah.

Pondok Pesantren Putra dan Putri merupakan sentral kegiatan santri dalam kegiatan pendidikan non formalnya. Dengan mengusung sebuah adagium yang berbunyi “Al Muhafadzotu ‘ala al qadim ash shalih, wa al akhdzu bil jadi al ashlah” pendidikan dan pengajaran pada Pondok Pesantren Darul Huda didasarkan pada sistem klasikal dengan metode pengajaran salafi mengacu pada kitab-kitab kuning yang mu’tabaroh. Pengajian ini dilaksanakan dengan sistem sorogan ba’da Maghrib dan wekton ba’da Shubuh.
Selain itu pendidikan rohani juga diberikan melalui mujahadah ke makam auliya’, khotmu Al Qur’an, Wirid Dzikrul ghofilin dan lain-lain. Pengembangan pribadi-pribadi santri dilaksanakan dengan berbagai kegiatan Intrakurikuler berbentuk keorganisasian seperti OSIS dan ekstrakurikuler, meliputi kursus seni kaligrafi (unggulan), pramuka, bahasa Arab, bahasa Inggris, hadroh, seni baca Al Qur’an, olah raga dan lain-lain.
Pelaksanaan kegiatan ini di koordinasi pengurus pondok dan pengurus organisasi yang ada di MTs, MA Darul Huda serta Madrasah Miftahul Huda.
Pendidikan non formal secara sistematis juga ditempuh dalam Madrasah Miftahul Huda yang mempunyai jenjang pendidikan 6 tahun dilanjutkan dengan program Pasca MMH (Takhasus) dengan jenjang 2 tahun dengan kurikulum Pondok Pesantren salafiyah masuk sore hari mulai pukul 14.30 WIB-16.30 WIB. Madrasah Miftahul Huda mendidik santri dengan pendidikan non formal dengan metode salafy melewati mata pelajaran Nahwu, Sharaf, Akhlaq, Tafsir, Fiqh, Ushul Fiqh, Balaghah, Mantiq, Falak bagi santri putra, Risalah Haidl bagi santri putri dan lain sebagainya.
Adapun pendidikan formal diperoleh santri dengan belajar pada Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul Huda dan Madrasah Aliyah Darul Huda masuk pagi hari mulai pukul 07.00 WIB – 12.40 WIB. Adapun Madrasah Aliyah memiliki beberapa pilihan program pendidikan yaitu Keagamaan, Program Ilmu Alam (IPA) dan Program Ilmu Sosial (IPS).

B. Kelebihan dan Kekurangan Pondok Pesantren Darul Huda.
Berdasarkan pengalaman penulis melewati jenjang pendidikan yang ada di pesantren, beberapa hal diantaranya dirasakan masih belum cukup memuaskan penulis dalam kegiatan belajar belajar. Hal ini dapat penulis gambarkan sedikit secara garis besar dalam beberapa hal, diantaranya:
1. Kuantitas santri
Kuantitas santri yang kian tahun kian bertambah membuat sistem pendidikan, sarana pra sarana, tenaga pengajar yang ada terkesan kewalahan mengakomodir santri yang jumlahnya hampir mencapai 2000 orang. Meskipun disisi lain menunjukkan eksistensi pesantren, kuantitas santri ini secara tidak langsung juga berimbas pada kurang maksimalnya pendidikan akhlak yang menjadi visi dan tanggung jawab pesantren. Pendidikan akhlak menjadi sulit difokuskan karena sulitnya memonitor santri secara keseluruhan.
2. Sarana pra sarana yang belum memadai.
Kuantitas santri yang makin bertambah dari tahun ke tahun sebenarnya telah diimbangi dengan pembangunan infrastruktur yang ada. Akan tetapi masih belum bisa mencukupi. Jumlah santri yang mencapai 2000 orang saat ini hanya bisa ditampung kurang lebih dalam 5 gedung bertingkat 3. Dengan demikian fasilitas pun juga terbatas.
3. Santri yang tidak mukim di pesantren
Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa ada beberapa persen santri yang hanya masuk dalam salah satu lembaga pendidikan yang ada di pesantren, misalnya MA Darul Huda saja atau MTs Darul Huda saja. Hal ini biasanya bagi mereka yang bertempat tinggal dekat dengan pondok. Mereka hanya bersekolah dan lebih banyak menjalani harinya di rumah. Oleh karenanya kadang tidak mendapatkan bimbingan akhlak secara penuh. Bahkan terkadang membawa pengaruh buruk bagi mereka yang mukim di pondok.
4. Pelaksanaan pendidikan formal dan non formal
Pendidikan secara formal dan non formal yang ditempuh secara bersamaan terkadang dirasakan penulis menghasilkan ilmu dan pengetahuan yang setengah-setengah. Dua pendidikan ini memang hal yang sangat dibutuhkan oleh santri masa kini. Akan tetapi juga berdampak pada penguasaan yang kurang mendalam atas cabang ilmu yang bisa dijadikan pegangan. Dengan bahasa yang mudah, santri mengerti Nahwu sedikit, mengerti bahasa Inggris sedikit, Fisika, Biologi Kimia sedikit. Hal ini penulis simpulkan berdasarkan pengalaman dan keterbatasan intelektual yang ada pada penulis.
Selain itu referensi-referensi yang belum banyak dalam hal kitab kuning kontemporer dirasakan menjadi kendala penulis untuk memahami perkembangan yang ada. Sehingga kitab-kitab seperti Fiqh Sunnah, Bidayatul Mujtahid dan sebagainya masih terasa asing bagi penulis pada awal-awal perkuliahan. Oleh karenanya pengetahuan yang didapatkan dirasa masih kurang mendalam dan mengikuti perkembangan dunia Islam yang ada.

C. Hal-Hal Kecil yang Ingin Penulis Laksanakan dalam Masa Pengabdian.
Penulis menyadari keterbatasan intelektual dalam hal berbagai bidang ilmu yang ditempuh baik bidang formal maupun non formal. Meskipun demikian, semampu penulis akan berusaha membagikannya kelak untuk para santri. Hal ini dapat dilaksanakan dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang masih jarang disampaikan seperti studi tokoh hukum Islam kontemporer yang tidak penulis dapatkan di pesantren dan dirasa asing dalam awal perkuliahan dan lain sebagainya.
Penulis mungkin hanya bisa mengembangkan segi ekstrakulikuler dalam pembentukan pribadi, akhlak dan keterampilan santri dalam kehidupan sehari-harinya. Berbekal pengalaman organisasi baik intra seperti OSIS, ekstrakulikuler pramuka, serta pengetahuan tentang dunia design grafis yang pernah penulis geluti, penulis ingin memaksimalkan potensi-potensi yang ada dalam diri santri. Melalui diklat, pelatihan ataupun bimbingan dalam hal keorganisasian dan pengembangan diri.

Diklat, pelatihan dan bimbingan mengenai design grafis yang penulis bisa laksanakan ini dilatarbelakangi dunia tulis menulis dan design yang belum dilaksanakan secara maksimal di pesantren. Selain itu pelatihan mengenai internet, website dan kecanggihan teknologi yang ada yang dapat menunjang pendidikan baik formal maupun non formal. Seperti penggunaan makatabah syamilah, kutub at tis’ah, Global Positioning System (GPS) untuk falak dan lain sebagainya yang belum tersosialisasi.
Selain itu, dari beberapa hal yang dilihat penulis dari Pondok Pesantren yang lain, Pondok Pesantren Darul Huda membutuhkan organisasi yang mewadahi wali santri dan para alumni untuk terus ikut berkarya untuk pesantren. Dengan demikian tidak hanya santri yang masih belajar di pesantren saja yang terus aktif berperan bagi pesantren, akan tetapi wali santri dan para alumni.
Penulis berharap ke depan masih bisa menjalin kerja sama dengan teman-teman beasiswa Depag yang ada, baik dari IAIN Sunan Ampel, ITS, UNAIR, UGM, UIN Sunan Kalijaga dan sebagainya untuk meningkatkan dan memaksimalkan kegiatan yang telah ada sekarang. Sehingga bila mungkin di pesantren dibutuhkan praktikum biologi, penulis dapat menjadi fasilitator untuk menghadirkan teman alumni beasiswa Depag dari ITS misalnya.
Keterbatasan referensi kajian-kajian kitab kontemporer dan pengembangan teknologi yang dirasakan penulis dimungkinkan dipicu minimnya alumni Pondok Pesantren Darul Huda yang meneruskan jenjang pendidikannya di Timur Tengah, negara Arab lainnya, Perguruan Tinggi umum dan sebagainya. Hal ini dikarenakan mayoritas alumni masih berkutat melanjutkan di STAIN Ponorogo yang ruang lingkupnya dalam pengembangan ilmu agama. Dengan demikian, diperlukan kaderisasi yang termotivasi untuk melanjutkan pendidikannya ke luar negeri dan perguruan tinggi umum untuk membawa angin segar perubahan.
Di samping pendidikan secara formal, penulis berharap bisa menumbuh kembangkan lebih efektif lagi pengembangan pendidikan akhlakul karimah yang menjadi visi pesantren. Khususnya bagi santri yang tidak mukim di pondok. Sehingga santri tidak hanya tercipta menjadi orang yang berilmu, akan tetapi dapat beramal dan bertakwa serta akhlakul karimah, dalam rangka pengabdian kepada agama dan masyarakat sebagaimana misi Pondok Pesantren Darul Huda.

2 komentar:

  1. Semoga Pondoknya semkin maju, berkembang dan dapat meneruskan estafiet perjuangan ulama..........amiiiiiin....

    BalasHapus
  2. semoga pendidikan agama (islam) semakin maju,...

    BalasHapus