28 Juni 2010

Bapak Juga Ingin Naik Haji


Tulisan ini saya buat tepat setelah saya menonton Film Emak Ingin Naik Haji besutan sutradara Aditya Gumay. Meskipun saya hanya bisa menontonnya lewat file yang ada di laptop teman yang kebetulan saya pinjam jauh setelah film ini di putar di layar lebar, ini film yang demikian berkesan buat saya. Sehingga, meskipun waktu telah menunjukkan pukul 01:50 pagi, rasanya tidak ada kantuk yang menyerang saya hingga detik ini. Ingin saya tuliskan sebentuk kecil ekspresi kerinduan saya yang tidak tertahankan ini. Film berdasarkan karya fiksi Asma Nadia ini telah membuat saya meneteskan air mata menahan rindu teruntuk Ayahanda tercinta, Bapak saya.
Bapak yang mungkin sekarang tengah terlelap di lantai rumah saya nun jauh di sana. Bapak yang mengajari arti hidup saya. Bapak yang hangat nafas dan dekapan hangatnya masih senantiasa menemani tidur malam-malam saya. Bahkan di usia saya yang telah lebih dari 21 tahun ini. Bapak yang demikian saya kenal harum tubuhnya saat saya besandar di punggung legamnya yang menghitam karena terik matahari. Entah mengapa terkadang saya cenderung lebih terasa dekat dengan Bapak. Akan tetapi tidak mengurangi rasa hormat dan kasih saya kepada Ibunda tercinta, Ibu saya.
Dalam hangatnya dada saya di tengah isakan tangis, berkelebat kenangan-kenangan penuh makna yang insyaAlloh akan saya kenang hingga nanti. Kenangan saya bersama Bapak ketika tangan saya baru hanya bisa menjinjing sebentuk kecil benda. Kenangan ketika saya masih bergelayut dalam gendongannya. Kenangan betapa manjanya saya merengek dan menangis meminta lagu yang terpaksa berhenti disiarkan di televisi karena gangguan untuk di ulang kembali di malam itu.
Kala itu entah apa yang ada dalam fikiran saya. Bapak yang malam itu pasti sudah capek seharian berpeluh keringat di terik matahari berjibaku di sawah, mendudukkan saya di sadel sepeda tuanya untuk membujuk saya ke rumah Budhe. Di tengah isak tangis saya tidak lelah beliau menenangkan saya dengan mengatakan bahwa semua chanell memang demikian adanya. Terjadi gangguan yang tidak memungkinkan untuk mengulang lagu yang saya inginkan. Demikian pula yang terjadi pada televisi Budhe saya, pun bahkan semua televisi yang ada. Namun saya tidak berhenti menangis hingga terlelap karena telah lelah.
Ach, tak cukup rasanya menggambarkan semua disini. Dengan kata-kata ini. Dengan bahasa tulisan ini. Hanya saja saya ingin berbagi. Betapa seorang Bapak telah banyak mewarnai hidup saya. Dan betapa saya belum bisa menjadi apa yang bisa Bapak banggakan. Belum bisa mengabulkan harapan Bapak yang belum tersampaikan. Memenuhi panggilan sang Maha Indah ke Tanah Suci salah satunya.
Suatu ketika kurang lebih 5 tahun terakhir, di panggillah saya oleh beliau. Diutarakannya keinginan beliau menjadi tamu Alloh tersebut. Dari yang saya pahami dari kata-kata beliau, sayalah putri sulung satu-satunya orang yang pertama kali dikabari mengenai keinginan beliau ini. Bahkan Ibu saya pun belum mengetahuinya. Karena beliau pun berpesan untuk tidak menceritakannya terlebih dahulu kepada yang lain. Kala itu dalam kapasitas saya yang baru menginjak bangku Aliyah, saya hanya mengiyakan saja.
Beliau bertanya di manakah sekiranya beliau dapat menabungkan uangnya sebagai persiapan perjalanan sucinya tersebut. Dalam keterbatasan saya, saya menjawab tidak tahu. Ketika itu saya tahu uang yang Bapak saya miliki belum ada separuh dari yang telah Emak tabung selama 5 tahun dalam film tersebut. Akan tetapi saya menangkap nyala semangat dalam keinginan yang kuat dari niat beliau tersebut. Akan tetapi hingga kini niat tersebu belum terpenuhi. Ada rasa bersalah dalam diri saya sebagai anak sulung belum bisa membahagiakan beliau.
Sebenarnya jika yang Bapak tabungkan dalam tiap musim panen dapat rutin beliau sisihkan, mungkin keinginan itu tidak akan tertunda selama ini. Akan tetapi beliau selalu mendahulukan kewajibannya mendidik kami putra-putrinya. Pernah suatu ketika beliau berkeinginan menambah tabungannya dengan hasil panen kami bulan itu, akan tetapi di sisi lain ternyata biaya pendidikan kami dirasa beliau jauh lebih penting dari itu. Dan pada akhirnya beliau nomor sekiankah lagi keinginan tersebut.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan besar saya, Apa yang bisa saya lakukan bagi Bapak tercinta? Dan kemudian saya baru bisa menjawab. Kini mungkin yang baru bisa saya lakukan adalah berdoa. Semoga Alloh melapangkan rizki bagi kedua orang tua saya dan memanggil keduanya ke RumahNya yang demikian beliau rindukan. Amiin..
Dan melanjutkan apa yang menjadi tugas saya sekarang ini. Menyelesaikan kuliah dan menjalani hari-hari dengan kedepan dengan terus berbakti kepada keduanya. Dan setelah detik ini, setidaknya saya harus menyelesaikan tugas membuat artikel HTNI yang esok harus saya kumpulkan. Tugas yang tadi saya sela jeda beberapa waktu untuk menonton Emak Ingin Naik Haji dan kemudian saya menuliskan Bapak Juga Ingin Naik Haji ini.
Surabaya, 28 Juni 2010 02:33
Zidna Zulfa

2 komentar:

  1. Dear ZiZi ...
    Saya juga penah menonton film ini ...
    sebuah film yang menyentuh
    Acting Aty Cancer pun sangat dipujikan disana ...

    Semoga ALLAH melimpahkan rizki untuk kita semua ya Zi ...

    Salam saya
    (mohon maaf baru sempat meninggalkan komentar disini ...)
    Entah mengapa di Kantor saya tidak bisa meninggalkan komentar disini ...
    Ini dari rumah ... baru bisa ...)

    BalasHapus
  2. BTW ...
    Saya manggilnya Zi Zi saja ya ...
    (singkatan dari Zidna Zulfa)
    Boleh Kah ?

    BalasHapus