06 Juni 2009

Duh! Betapa Pelupanya Aku Ini!!!

Hufh, sampai sekarang aku jg g’habis pikir. Mengapa aku sepelupa ini… Bagaimana tidak, dalam satu moment aku bisa berkali-kali lupa. Ketika berangkat kuliah misalnya. Sudah pakai kaos kaki tinggal berangkat, kembali lagi ke kamar untuk mengambil barang-barang yang ketinggalan. Dalam satu waktu itupun aku bisa beberapa kali kembali ke kamar. Mulai ketinggalan pena, kitab undang-undang, sampai ketinggalan handphone. Halah! Kalau sudah begitu pasti teman-teman yang menungguku rajin meneriakiku. Tapi ada saja yang mau setia menantiku. (Makasih ya cak mak,he…)
G’hanya waktu berangkat kuliah saja lupa itu muncul. Tapi seaktu-waktu. Sampai-sampai kadang rasanya tersiksa kalau sudah seperti itu. Bisa dibayangin, masa hanya untuk persiapan nyuci seember besar pakaian, aku harus turun naik tangga dari lantai satu ke lantai dua lebih dari tiga kali. Mulai sabun cucinya yang ketinggalan, kaos kakinya dan masih banyak lagi dech yang lainnya yang sering terlupakan. Nyuci aja belum, udah capek duluan. Dan akhirnya, capek dech…
Sebenarnya aku enjoy-enjoy aja sich kalau lupa ini g’banyak membawa petaka. Tapi masalahnya menimbulkan banyak masalah juga. Akhirnya aku g’bisa enjoy juga dech… Makanya sampai cerita sama kalian-kalian begini. Entah dah berapa kali aku lupa g’nyabut kunci motor pas bepergian. Kalu dirumah sich masih mending aman. Bayangin ja kalau lagi dipinggir jalan protokol di kotaku, di parkir pusat perbelanjaan, sampai diparkiran ma’hadku juga pernah. Walah! Kalau sudah begini parah dan aku ceritakan ma ortu di rumah, bisa-bisa dicabut tuch kartu SIM kesayanganku. Kalau tu jimat dah melayang, wah alamat g’ bisa maen nich, he…



Pernah lihat film Korea yang judulnya Alzheimer g’? Wuih, aku sempet kaget juga ternyata ada ya penyakit lupa yang sedemikian ganasnya. Sampai-sampai mb’-mb’ aktrisnya itu lupa segala hal yang terjadi dalam hidupnya termasuk suami yang sangat dicintainya. (hiks… sedih!). Jadi kebayang, yo po kalau sampai aku melupakan orang-orang terchayank yang ada dalam hidupku!!! Na’udzubillah… Tapi g’semua hal aku gampang lupa lho…. Ada beberapa mustatsnayat,he…
Kebiasaan lupaku ini ternyata g’mudah menyerang kalau berhubungan dengan seseorang. He… (Jadi malu mau ngelanjutin) aku sendiri juga g’habis pikir. Kok bisa loh sampe segitunya. Dah hampir setahun usahaku belum ada hasilnya. Maksudnya ya hasil 100% lupa. Padahal aku sudah tidak banyak bertukar kabar dengannya meskipun hanya sekedar telpon ataupun sms. Tapi setidaknya tidak separah pada bulan awal-awal dulu itu. Yang sampe sembab-sembab itu… (Sapa to nduk?) Ada dech… He…
Masalah lupa yang membawa petaka kepada banyak orang pernah juga aku alami. Rasane pingin nuangis terus. Malu, g’enak hati pokoke ngrasa bersalah buanget dech. Critanya berawal ketika suatu hari ada kegiatan Lintas Alam dari ekskul kepramukaan pada suatu hari Jum’at. Kegiatan itu rencananya akan berlangsung dari kamis sore hingga jum’at siang setelah Dzuhur. Otomatis peserta pecinta Lintas Alam ini butuh logistik yang ekstra buat kegiatan yang demikian menghabiskan tenaga ini. Kebetulan aku yang dimintai tolong menyampaikan pesan itu.
Awalnya kakak panitia merencanakan memesan 130 bungkus nasi pecel buat sarapan para peserta tersebut. Tapi ternyata dengan segala pertimbangan ada penambahan sebanyak 50 bungkus untuk persediaan panitia, kakak pembimbing dan peserta yang masuk pendaftaran di akhir deadline. Dan tugas itulah yang meraka bebankan padaku. Ringan sebenarnya, hanya memnyampaikan pada temanku yang kebetulan kepada ibunyalah kami memesan nasi, tambah 50 bungkus.. Itu saja!. Tapi entah ada angin apa penyakit pelupaku hari itu kambuh. Pesan itu tak tersampaikan.
Hingga akhirnya pada hari kegiatan itu terlaksana. Akupun mengikutinya dengan penuh semangat. Karena dalam bayanganku akan ada banyak pengalaman baru di depan sana. Di sepanjang jalan lintas alam ini nanti. Lintas alam dimulai setelah selesai acara apel pagi. Setelah malam sebelumnya telah ada kegiatan tersendiri yang telah terlaksana sesuai jadwal. Perjalanan hari itu kurang lebih 4-6km. Namun jangan dibayangkan dengan perjalanan yang mulus tanpa ada hambatan. Tidak sampai satu jam mereka akan kembali ke empat pemberangkatan jika tanpa ada pos dengan srentetan tugas yang ada saja dan beberapa bukit yang tekadang serasa lebih tinggi dari yang kami lihat.
Perjalanan itu terasa menyenangkan memang. Sampai akhirnya perut kami sudah mulai keroncongan. Maka mulailah disana sini terdengar kicauan yang menyuarakan aspirsi perut mereka masing-masing. Yang aku dengar panitia memang mengagendakan sarapan pukul 9 disuatu lapangan yang cukup nyaman. Tapi entah karena apa yang aku pun belum tahu apa masalahnya rencana itu tidak terlaksana. Sampai akhirnya aku di panggil oleh kakak panitia yang kemarin meminta tolong padaku itu.
“Dik, pesennya dah disampaikan kan sama ibunya dik Rani kalau nasinya nambah 50?”, Tanya mbak Fida gugup. Mbak Fida memang panitia bagian logistik dalam kepanitiaan acara itu.
“Astaghfirulloh mbak, aku lupa menyampaikannya. Maaf banget ya mbak… Jadi sekarang masih kurang 50 dong… Gimana mbak… Sekali lagi maaf banget nggih…”. Akupun juga gugup menyadari kesalahanku itu.
“Ya sudah dik ga’ pa2. Tambahannya dah dicarikan kok sama mas-mas panitia yang lainnya, g’pa2 ya sarapannya agak mundur, nunggu tambahannya, kasihan kalu yang satu dah sarapan yang lainnya belum”. Kata mbak Fida sambil menepuk pundakku.
Saat itu mataku sudah berkaca-kaca. Ada rasa bersalah yang demikian sangat di hati ini. Bagaimana tidak. Teman-temanku yang notabene dari pagi belum sarapan harus bertahan hingga pukul 10.30 tanpa sesuap nasipun. Belum lagi nasi pecel itu sudah tak sedemikian lezat lagi kalo dibuka pada jam sekian. Karena memang sudah dibungkus sejaak pagi oleh ibunya Rani. Di tambah lagi kepanitiaan yang kalang kabut mencari tambahan nasi pecel dengan lauk yang sama sesiang itu dengan jumlah 50 bungkus. Ach, rasanya salah itu tertuju semua padaku.
Memang pada akhirnya teman-temanku tetap bersemangat hingga acara penutupan lintas alam itu. Meskipun dengan sedikit kecewa jatah makan pagi mereka bergeser beberapa jam. Tapi suara-suara sumbang akan kemampuan kepanitiaan itu yang juga membuatku semakin merasa bersalah. Itu bukan salah mereka, tapi harus mereka yang menanggung malunya. Dan itu semua karena seorang aku yang pelupa ini. Pokoknya jadi sedih dech kalo ingat yang satu ini. Kenapa yang ini gak lupa ya… Kan bikin sedih… Hiks!
Ternyata benar harapanku di awal mengikuti lintas alam itu. Berharap mendapatkan pengalaman yang baru. Dan pengalaman itu ya itu tadi…. Oalah to nduk!. Tapi mudah-mudahan penyakit ini gak menyerang ujian nanti. Gila aja kalo di tengah ujian semua memori selama kuliah itu terlupakan. Na’udzubillah dech pokoke.
Salam buat teman-temanku seperjuangan yang aku banggakan. Met menempuh ujian ya kawan! Moga kesuksesan bersama kita semua. Amiin…
Don’t forget trus to nduk!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar